Sosialisasi Saber Pungli di Kabupaten Badung, UPP Provinsi Bali Utamakan Pencegahan

Badung – Kegiatan sosialisasi saber pungli oleh Inspektorat Bali di Kabupaten Badung, dilaksanakan di Ruang Kerta Gosana, Pusat Pemerintahan Badung pada Kamis (12/3) pagi. Kegiatan tersebut diinisiasi Tim Unit Pemberantasan Pungutan liar (UPP) Provinsi Bali bersinergi dengan UPP Kabupaten/kota se-Bali.

Dalam kesempatan tersebut Kepala Inspektorat Provinsi Bali, I Wayan Sugiada menjelaskan Tim Saber Pungli ada untuk pencegahan terjadinya pungli, dengan dasar hukum Instruksi Mendagri hingga Keputusan Gubernur.” Arahan Presiden, pemberantasan korupsi yang didalamnya termasuk pungli jadi prioritas utama. Pungli adalah Pungutan di tempat yang sebenarnya tidak ada biaya dan tidak sesuai ketentuan, atau pungutan tanpa dasar hukum. Pungli merusak sendi masyarakat dan negara,” tegas Sugiada.

Menurut Sugiada, Ada 7 area yang rawan pungli, yakni  perijinan, bansos dan hibah, Kegiatan fiktif, jual beli jabatan Pendidikan, dana desa, serta pengadaan barang dan jasa. “ UPP ada sebagai upaya pencegahan, sedangkan tindakan lanjutan akan menjadi ranah kepolisian dan kejaksaan,” tukasnya.

Sementara itu, Kadis Pemajuan Masyarakat Adat I GAK Kartika Jaya Seputra menekankan penting dipahami bahwa desa adat di Bali,  Sekarang ada landasan hukum lewat perda. “ Pemprov ingin menguatkan kembali desa adat, menjadikannya sebagai subyek hukum hingga kucuran dana. 122 desa adat di badung juga termasuk. Desa adat kita, diakui negara lewat UUD 1945 pasal 18 B yang mengakui kesatuan hukum adat beserta hak-haknya. Dikuatkan Perda no 4 2019. Sudah otonom sebenarnya ada wilayah, struktur pmerintahan, krama, harta, dll. Desa adat berhak mengatur rumh tangganya, namun tetap sesuai peraturan perundangan,” paparnya.

 Desa adat menurutnya, harus memperhatikan kewenangan dan tugasnya. “ Jangan malah sewenang-wenang mencampur aduk kewenngan, mana yang patut dan tidak. Pasal 24 dan 25 di perda no 4 2019 wajib dbaca dan dipahami. Kalau tidak akan ada kecendrungan sewenang wenang. Tentang dudukan (pungutan) harus ada kesepakatan. Ada Komunikasi yang dibangun desa adat dengan krama tamiu dan tamiu.  Sedangkan dana punia adalah sumbangan sukarela.Ini adalah pendapatan lain-lain desa adat yang sah,” jelas Kartika Jaya.

Dilanjutkanya lagi, harus  dibangun komunikasi yang baik dengan krama tamiu, Berapa besaran dan kepatutannya, tata kelola harus jelas, dibuat perarem jelas, petugas pemungut dudukan dengan identitas dan surat penugasan, harus lengkap. “ Kedepan semua awig-awig dan pararem harus ddiaftarkan ke dinas PMA, setelah mendapat surat keterangan majelis desa adat,” tambahnya.

Di kesempatan yang sama Wakil Bupati Badung I Ketut Suiasa mengucapkan terimakasih atas pelaksanaan kegiatan ini. “ (kegiatan, red) yang adalah baik sekali ,  agar bisa dimengerti dan dijalankan oleh para perangkat desa, prajuru dan pihak lain yang terkait,” katanya. Pemkab Badung menurutnya sangat berkepentingan untuk memperoleh tuntunan dalam menyikapi pungli. Kepada pemerintah dan prajuru desa agar tidak melkukukan pelanggaran. “ Masih banyak yang belum paham benar tentang apa yang disebut pungli. Sering didengar, namun masih banyak yang belum mengerti secara utuh, apalagi para prajuru kita di desa. Mudah-mudahan bisa dijelaskan dengan baik, kepada para klian, perangkat desa,  yang sudah mengabdi di masyarakat, ngayah, sama sekali tidak ada niatan untuk melawan hukum. Adanya pelanggaran murni karena belum ada pengertian yang baik,” pungkasnya.

Skip to content